Oleh: MukhamadFatkhan, S.Pd.*
Bagaimana pandangan Ki Hajar Dewantara dengan filosofi Pratap Triloka memiliki pengaruh terhadap bagaimana sebuah pengambilan keputusan sebagai seorang pemimpin pembelajaran diambil?
Pratap Triloka
yang terdiri dari tiga semboyan Ing Ngarsa Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa
dan Tut Wuri Handayani bukan hanya menjadi asas pelaksanaan pendidikan,
melainkan juga merupakan karakter yang harus dimiliki oleh setiap pemimpin,
termasuk seorang pendidik yang merupakan pemimpin pembelajaran. Keputusan yang
diambil oleh seorang pemimpin yang berlandaskan pada asas Pratap Triloka
tentunya memiliki perbedaan signifikan dengan keputusan tanpa berdasar pada
asas tersebut. Ketiga semboyan tersebut memiliki pesan mendalam bahwa seorang
pemimpin harus dapat menjadi teladan/contoh dan mentransformasi keteladanan
yang dimiliki kepada semua orang. Selain itu, seorang pemimpin juga harus mampu
membangun kemauan dan memberikan dorongan atau motivasi kepada yang dipimpin
maupun kepada pihak lain di luar kepemimpinannya. Dengan demikian, keputusan
yang diambil oleh pemimpin yang bersemboyan Pratap Triloka akan lebih tepat,
bijak, manfaat dan maslahat bagi kebanyakan orang.
Bagaimana
nilai-nilai yang tertanam dalam diri kita, berpengaruh kepada prinsip-prinsip
yang kita ambil dalam pengambilan suatu keputusan?
Nilai yang
tertanam dalam diri seseorang tentunya sangat banyak dan bervariasi baik yang
bersifat universal maupun kedaerahan. Akan tetapi dalam menentukan standar
prioritas tentunya setiap manusia memiliki perbedaan antara yang satu dengan
yang lainnya. Dengan kata lain nilai yang menurut seseorang paling utama dan
diyakini untuk diutamakan belum tentu sama dengan nilai yang orang lain
prioritaskan dalam memutuskan suatu hal. Dan setiap manusia cenderung mengambil
keputusan berdasarkan prinsip yang paling dekat dengan nilai prioritas/keyakinannya.
Semisal dalam menentukan satu dari tiga prinsip yang ada, yaitu: Berpikir
Berbasis Hasil Akhir (Ends-Based Thinking), Berpikir Berbasis Peraturan
(Rule-Based Thinking) dan Berpikir Berbasis Rasa Peduli (Care-Based Thinking),
maka seseorang akan mendahulukan nilai yang dia yakini atau yang paling dekat
dengan keyakinannya. Orang yang meyakini bahwa kebaikan orang banyak layak
untuk didahulukan, akan mengambil keputusan dengan berpikir berdasarkan hasil
akhir (Ends-Based Thinking). Sedangkan orang yang dalam dirinya tertanam nilai
empati atau peduli, maka lebih mengambil keputusan berdasarkan rasa peduli
(Care-Based Thinking). Karena baginya rasa peduli terhadap orang lain merupakan
nilai yang dia yakini kebenarannya dan menjadi prioritas dalam pengambilan
keputusan. Begitu juga orang yang cenderung mengutamakan nilai berdasarkan
peraturan yang ada, maka dia akan berpikir berbasis peraturan (Rule-Based
Thinking) dalam mengambil keputusan saat dihadapkan pada situasi dilema etika.
Hal ini tentunya berbeda dengan situasi/kasus bujukan moral, sebab dilema etika
merupakan situasi benar lawan benar, sedangkan pada bujukan moral yang terjadi
adalah benar lawan salah. Sehingga pengambilan keputusan pun harus dilakukan
berdasarkan kebenaran atau hasil uji legal.
Bagaimana
kegiatan terbimbing yang kita lakukan pada materi pengambilan keputusan
berkaitan dengan kegiatan 'coaching' (bimbingan) yang diberikan pendamping atau
fasilitator dalam perjalanan proses pembelajaran kita, terutama dalam pengujian
pengambilan keputusan yang telah kita ambil. Apakah pengambilan keputusan
tersebut telah efektif, masihkah ada pertanyaan-pertanyaan dalam diri kita atas
pengambilan keputusan tersebut. Hal-hal ini tentunya bisa dibantu oleh sesi
'coaching' yang telah dibahas pada modul 2 sebelumnya?
Kegiatan
terbimbing pada materi pengambilan keputusan melalui bimbingan (coaching) yang
didapatkan, baik dari pendamping maupun fasilitator, dalam kegiatan
pembelajaran, khususnya pengujian terhadap keputusan yang telah diambil,
berjalan sangat efektif. Hal ini dikarenakan proses bimbingan melalui kegiatan coaching
itu sendiri yang dapat menggali dan mengembangkan segala bentuk potensi yang
dimiliki oleh Calon Guru Penggerak (CGP) selaku coachee. Dalam hal tersebut
tentunya dipengaruhi oleh keberhasilan pendamping dan fasilitator yang mampu
mengajukan pertanyaan terbuka yang dapat menstimulus, sehingga tercipta
komunikasi yang asertif.
Bagaimana
kemampuan guru dalam mengelola dan menyadari aspek sosial emosionalnya akan
berpengaruh terhadap pengambilan keputusan?
Guru yang dapat
mengelola aspek sosial emosional dalam dirinya akan mampu menerapkan pembelajaran
sosial dan emosional kepada muridnya secara sistematik dan komprehensif, karena
bersatunya cipta, rasa dan karsa (kebersihan budi) yang terwujud dalam tajamnya
pikiran sehingga dapat membawanya dalam kebijaksanaan. Maksud dari
kebijaksanaan di sini adalah dalam pengambilan keputusan. Sebagaimana yang
dikemukakan oleh Ki Hajar Dewantara terkait pembelajaran holistik dalam
filosofi budi pekerti (diambil dari Presentasi “Filsafat Pendidikan, Pengajaran,
dan Kebudayaan Ki Hajar Dewantara, Syahril, 2020): “Pendidikan
Budi Pekerti berarti pembelajaran tentang batin dan lahir. Pembelajaran batin
bersumber pada “Tri Sakti”, yaitu: cipta (pikiran), rasa, dan karsa (kemauan),
sedangkan pembelajaran lahir yang akan menghasilkan tenaga/perbuatan.
Pembelajaran budi pekerti adalah pembelajaran jiwa manusia secara holistik.
Hasil dari pembelajaran budi pekerti adalah bersatunya budi (gerak pikiran,
perasaan, kemauan) sehingga menimbulkan tenaga (pekerti). Kebersihan budi
adalah bersatunya cipta, rasa, dan karsa yang terwujud dalam tajamnya pikiran,
halusnya rasa, kuatnya kemauan yang membawa pada kebijaksanaan.”
Bagaimana
pembahasan studi kasus yang fokus pada masalah moral atau etika kembali kepada
nilai-nilai yang dianut seorang pendidik?
Pembahasan studi
kasus dalam berbagai permasalahan, baik ranah dilema etika maupun bujukan
moral, akan kembali kepada nilai-nilai yang dianut oleh pendidik. Dengan kata
lain pengambilan keputusan akan sangat bergantung pada nilai-nilai yang dianut
atau diyakini oleh seorang pendidik. Pendidik yang nilai empati dalam dirinya
tinggi, maka akan mengambil keputusan dengan berpikir berdasarkan rasa peduli
ketimbang berpikir berdasarkan peraturan maupun hasil akhir. Begitu pula
sebaliknya dan seterusnya.
Bagaimana
pengambilan keputusan yang tepat, tentunya berdampak pada terciptanya
lingkungan yang positif, kondusif, aman dan nyaman?
Pengambilan keputusan
yang tepat tentunya telah melalui serangkaian pemikiran mendalam dengan mempertimbangkan
3 prinsip, 4 paradigma dan melewati proses 9 langkah pengambilan dan pengujian
keputusan. Sehingga keputusan yang diambil merupakan keputusan yang bijaksana
dan dapat menciptakan lingkungan yang positif, kondusif, aman dan nyaman bagi
semua pihak.
Selanjutnya,
apakah kesulitan-kesulitan di lingkungan Anda yang sulit dilaksanakan untuk
menjalankan pengambilan keputusan terhadap kasus-kasus dilema etika ini? Apakah
ini kembali ke masalah perubahan paradigma di lingkungan Anda?
Kesulitan dalam
pengambilan keputusan terhadap kasus dilema etika yang terjadi di lingkungan
sekitar tidak begitu menonjol. Beberapa diantaranya terjadi karena paradigma
individu lawan masyarakat dan kebenaran lawan kesetiaan. Hal ini terjadi karena
masih adanya kelompok-kelompok tertentu yang terbentuk dengan sendirinya tanpa
adanya alasan yang mendasari terbentuknya pengelompokan tersebut. Akan tetapi
semua kesulitan yang terjadi dalam sebuah pengambilan keputusan tidak secara
masif dan hanya beberapa hal tertentu saja.
Dan pada
akhirnya, apakah pengaruh pengambilan keputusan yang kita ambil ini dengan
pengajaran yang memerdekakan murid-murid kita?
Segala sesuatu
terkait pengambilan keputusan oleh pendidik, dengan berdasarkan pada 3 prinsip,
4 paradigma dan 9 langkah pengujian yang ada, tentunya akan menghasilkan
keputusan yang berpihak pada murid. Dengan kata lain, kemerdekaan belajar murid
ditentukan dan dipengaruhi oleh pengambilan keputusan yang dilakukan oleh
pendidik.
Bagaimana seorang
pemimpin pembelajaran dalam mengambil keputusan dapat mempengaruhi kehidupan
atau masa depan murid-muridnya?
Sebagai pemimpin
pembelajaran, pendidik yang terbiasa melakukan pengambilan keputusan dengan
bijaksana, maka secara langsung maupun tidak langsung, akan memberikan
keteladanan kepada murid-muridnya untuk mampu mengambil keputusan dengan
bijaksana pula. Hal ini tentunya berpengaruh terhadap kehidupan murid di masa
mendatang untuk terbiasa mengambil keputusan secara tepat dan bijaksana.
Apakah kesimpulan
akhir yang dapat Anda tarik dari pembelajaran modul materi ini dan
keterkaitannya dengan modul-modul sebelumnya?
Filosofi Pendidikan Ki Hajar Dewantara memang tdk pernah usang termakan zaman, hidup guru...!
BalasHapusMenjadi guru memang sering dihadapkan pada situasi dilematis yg membutuhkan pemikiran dan kajian mendalam untuk memutuskannya. Sungguh mulia tugasmu wahai para guru
BalasHapusguru adalah orang yg digugu dan ditiru, artinya harus mampu memberikan keteladanan selain harus bersikap bijak dalam segala situasi
BalasHapus