RANGKUMAN KONEKSI ANTAR MATERI, MENJAWAB 10 SOAL PANDUAN PERTANYAAN KESIMPULAN PEMBELAJARAN - TUNASBAKTI

Breaking

Post Top Ad

Responsive Ads Here

Post Top Ad

Responsive Ads Here

Minggu, 08 Mei 2022

RANGKUMAN KONEKSI ANTAR MATERI, MENJAWAB 10 SOAL PANDUAN PERTANYAAN KESIMPULAN PEMBELAJARAN


Oleh: MukhamadFatkhan, S.Pd.*

Bagaimana pandangan Ki Hajar Dewantara dengan filosofi Pratap Triloka memiliki pengaruh terhadap bagaimana sebuah pengambilan keputusan sebagai seorang pemimpin pembelajaran diambil?

Pratap Triloka yang terdiri dari tiga semboyan Ing Ngarsa Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa dan Tut Wuri Handayani bukan hanya menjadi asas pelaksanaan pendidikan, melainkan juga merupakan karakter yang harus dimiliki oleh setiap pemimpin, termasuk seorang pendidik yang merupakan pemimpin pembelajaran. Keputusan yang diambil oleh seorang pemimpin yang berlandaskan pada asas Pratap Triloka tentunya memiliki perbedaan signifikan dengan keputusan tanpa berdasar pada asas tersebut. Ketiga semboyan tersebut memiliki pesan mendalam bahwa seorang pemimpin harus dapat menjadi teladan/contoh dan mentransformasi keteladanan yang dimiliki kepada semua orang. Selain itu, seorang pemimpin juga harus mampu membangun kemauan dan memberikan dorongan atau motivasi kepada yang dipimpin maupun kepada pihak lain di luar kepemimpinannya. Dengan demikian, keputusan yang diambil oleh pemimpin yang bersemboyan Pratap Triloka akan lebih tepat, bijak, manfaat dan maslahat bagi kebanyakan orang.


Bagaimana nilai-nilai yang tertanam dalam diri kita, berpengaruh kepada prinsip-prinsip yang kita ambil dalam pengambilan suatu keputusan?

Nilai yang tertanam dalam diri seseorang tentunya sangat banyak dan bervariasi baik yang bersifat universal maupun kedaerahan. Akan tetapi dalam menentukan standar prioritas tentunya setiap manusia memiliki perbedaan antara yang satu dengan yang lainnya. Dengan kata lain nilai yang menurut seseorang paling utama dan diyakini untuk diutamakan belum tentu sama dengan nilai yang orang lain prioritaskan dalam memutuskan suatu hal. Dan setiap manusia cenderung mengambil keputusan berdasarkan prinsip yang paling dekat dengan nilai prioritas/keyakinannya. Semisal dalam menentukan satu dari tiga prinsip yang ada, yaitu: Berpikir Berbasis Hasil Akhir (Ends-Based Thinking), Berpikir Berbasis Peraturan (Rule-Based Thinking) dan Berpikir Berbasis Rasa Peduli (Care-Based Thinking), maka seseorang akan mendahulukan nilai yang dia yakini atau yang paling dekat dengan keyakinannya. Orang yang meyakini bahwa kebaikan orang banyak layak untuk didahulukan, akan mengambil keputusan dengan berpikir berdasarkan hasil akhir (Ends-Based Thinking). Sedangkan orang yang dalam dirinya tertanam nilai empati atau peduli, maka lebih mengambil keputusan berdasarkan rasa peduli (Care-Based Thinking). Karena baginya rasa peduli terhadap orang lain merupakan nilai yang dia yakini kebenarannya dan menjadi prioritas dalam pengambilan keputusan. Begitu juga orang yang cenderung mengutamakan nilai berdasarkan peraturan yang ada, maka dia akan berpikir berbasis peraturan (Rule-Based Thinking) dalam mengambil keputusan saat dihadapkan pada situasi dilema etika. Hal ini tentunya berbeda dengan situasi/kasus bujukan moral, sebab dilema etika merupakan situasi benar lawan benar, sedangkan pada bujukan moral yang terjadi adalah benar lawan salah. Sehingga pengambilan keputusan pun harus dilakukan berdasarkan kebenaran atau hasil uji legal.

 

Bagaimana kegiatan terbimbing yang kita lakukan pada materi pengambilan keputusan berkaitan dengan kegiatan 'coaching' (bimbingan) yang diberikan pendamping atau fasilitator dalam perjalanan proses pembelajaran kita, terutama dalam pengujian pengambilan keputusan yang telah kita ambil. Apakah pengambilan keputusan tersebut telah efektif, masihkah ada pertanyaan-pertanyaan dalam diri kita atas pengambilan keputusan tersebut. Hal-hal ini tentunya bisa dibantu oleh sesi 'coaching' yang telah dibahas pada modul 2 sebelumnya?

Kegiatan terbimbing pada materi pengambilan keputusan melalui bimbingan (coaching) yang didapatkan, baik dari pendamping maupun fasilitator, dalam kegiatan pembelajaran, khususnya pengujian terhadap keputusan yang telah diambil, berjalan sangat efektif. Hal ini dikarenakan proses bimbingan melalui kegiatan coaching itu sendiri yang dapat menggali dan mengembangkan segala bentuk potensi yang dimiliki oleh Calon Guru Penggerak (CGP) selaku coachee. Dalam hal tersebut tentunya dipengaruhi oleh keberhasilan pendamping dan fasilitator yang mampu mengajukan pertanyaan terbuka yang dapat menstimulus, sehingga tercipta komunikasi yang asertif.

 

Bagaimana kemampuan guru dalam mengelola dan menyadari aspek sosial emosionalnya akan berpengaruh terhadap pengambilan keputusan?

Guru yang dapat mengelola aspek sosial emosional dalam dirinya akan mampu menerapkan pembelajaran sosial dan emosional kepada muridnya secara sistematik dan komprehensif, karena bersatunya cipta, rasa dan karsa (kebersihan budi) yang terwujud dalam tajamnya pikiran sehingga dapat membawanya dalam kebijaksanaan. Maksud dari kebijaksanaan di sini adalah dalam pengambilan keputusan. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Ki Hajar Dewantara terkait pembelajaran holistik dalam filosofi budi pekerti (diambil dari Presentasi “Filsafat Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan Ki Hajar Dewantara, Syahril, 2020):Pendidikan Budi Pekerti berarti pembelajaran tentang batin dan lahir. Pembelajaran batin bersumber pada “Tri Sakti”, yaitu: cipta (pikiran), rasa, dan karsa (kemauan), sedangkan pembelajaran lahir yang akan menghasilkan tenaga/perbuatan.  Pembelajaran budi pekerti adalah pembelajaran jiwa manusia secara holistik. Hasil dari pembelajaran budi pekerti adalah bersatunya budi (gerak pikiran, perasaan, kemauan) sehingga menimbulkan tenaga (pekerti). Kebersihan budi adalah bersatunya cipta, rasa, dan karsa yang terwujud dalam tajamnya pikiran, halusnya rasa, kuatnya kemauan yang membawa pada kebijaksanaan.

 

Bagaimana pembahasan studi kasus yang fokus pada masalah moral atau etika kembali kepada nilai-nilai yang dianut seorang pendidik?

Pembahasan studi kasus dalam berbagai permasalahan, baik ranah dilema etika maupun bujukan moral, akan kembali kepada nilai-nilai yang dianut oleh pendidik. Dengan kata lain pengambilan keputusan akan sangat bergantung pada nilai-nilai yang dianut atau diyakini oleh seorang pendidik. Pendidik yang nilai empati dalam dirinya tinggi, maka akan mengambil keputusan dengan berpikir berdasarkan rasa peduli ketimbang berpikir berdasarkan peraturan maupun hasil akhir. Begitu pula sebaliknya dan seterusnya.

 

Bagaimana pengambilan keputusan yang tepat, tentunya berdampak pada terciptanya lingkungan yang positif, kondusif, aman dan nyaman?

Pengambilan keputusan yang tepat tentunya telah melalui serangkaian pemikiran mendalam dengan mempertimbangkan 3 prinsip, 4 paradigma dan melewati proses 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan. Sehingga keputusan yang diambil merupakan keputusan yang bijaksana dan dapat menciptakan lingkungan yang positif, kondusif, aman dan nyaman bagi semua pihak.

 

Selanjutnya, apakah kesulitan-kesulitan di lingkungan Anda yang sulit dilaksanakan untuk menjalankan pengambilan keputusan terhadap kasus-kasus dilema etika ini? Apakah ini kembali ke masalah perubahan paradigma di lingkungan Anda?

Kesulitan dalam pengambilan keputusan terhadap kasus dilema etika yang terjadi di lingkungan sekitar tidak begitu menonjol. Beberapa diantaranya terjadi karena paradigma individu lawan masyarakat dan kebenaran lawan kesetiaan. Hal ini terjadi karena masih adanya kelompok-kelompok tertentu yang terbentuk dengan sendirinya tanpa adanya alasan yang mendasari terbentuknya pengelompokan tersebut. Akan tetapi semua kesulitan yang terjadi dalam sebuah pengambilan keputusan tidak secara masif dan hanya beberapa hal tertentu saja.

 

Dan pada akhirnya, apakah pengaruh pengambilan keputusan yang kita ambil ini dengan pengajaran yang memerdekakan murid-murid kita?

Segala sesuatu terkait pengambilan keputusan oleh pendidik, dengan berdasarkan pada 3 prinsip, 4 paradigma dan 9 langkah pengujian yang ada, tentunya akan menghasilkan keputusan yang berpihak pada murid. Dengan kata lain, kemerdekaan belajar murid ditentukan dan dipengaruhi oleh pengambilan keputusan yang dilakukan oleh pendidik.

 

Bagaimana seorang pemimpin pembelajaran dalam mengambil keputusan dapat mempengaruhi kehidupan atau masa depan murid-muridnya?

Sebagai pemimpin pembelajaran, pendidik yang terbiasa melakukan pengambilan keputusan dengan bijaksana, maka secara langsung maupun tidak langsung, akan memberikan keteladanan kepada murid-muridnya untuk mampu mengambil keputusan dengan bijaksana pula. Hal ini tentunya berpengaruh terhadap kehidupan murid di masa mendatang untuk terbiasa mengambil keputusan secara tepat dan bijaksana.

 

Apakah kesimpulan akhir yang dapat Anda tarik dari pembelajaran modul materi ini dan keterkaitannya dengan modul-modul sebelumnya?

Pendidik yang memahami filosofi pendidikan Ki Hajar Dewantara akan mampu menciptakan budaya positif di lingkungan sekolahnya. Beberapa diantara perilaku baik dalam budaya positif adalah melakukan kegiatan yang berpihak pada murid, yaitu: melalui pembelajaran berdiferensiasi, pembelajaran sosial dan emosional, serta mampu melakukan kegiatan coaching kepada murid maupun rekan sejawat dengan menggali dan memberdayakan potensi yang ada pada diri coachee. Pendidik yang demikian tentunya dapat dengan mudah mengambil keputusan secara tepat dan bijaksana ketika dihadapkan pada situasi dilema baik etika maupun moral.

*) Guru SDN Jimbaran I Puspo, CGP Angkatan 4 Kabupaten Pasuruan

3 komentar:

  1. Filosofi Pendidikan Ki Hajar Dewantara memang tdk pernah usang termakan zaman, hidup guru...!

    BalasHapus
  2. Menjadi guru memang sering dihadapkan pada situasi dilematis yg membutuhkan pemikiran dan kajian mendalam untuk memutuskannya. Sungguh mulia tugasmu wahai para guru

    BalasHapus
  3. guru adalah orang yg digugu dan ditiru, artinya harus mampu memberikan keteladanan selain harus bersikap bijak dalam segala situasi

    BalasHapus

Post Top Ad

Responsive Ads Here