Penulis: Mukhamad Fatkhan
Pembelajaran berdiferensiasi merupakan kegiatan pembelajaran yang dapat mengakomodir kebutuhan belajar setiap siswa agar dapat belajar dengan senang dan nyaman. Pada pembelajaran berdiferensiasi, kegiatan belajar mengajar sepenuhnya akan berpusat pada siswa. Atau dengan kata lain, ‘penghambaan’ seorang guru kepada anak berdasarkan filosofi pendidikan Ki Hajar Dewantara, dapat tercermin dari pembelajaran berdiferensiasi, yang dalam penerapannya mengundang siswa untuk selalu proaktif, tertantang dan menarik. Dengan adanya pembelajaran semacam ini, diharapkan dapat tercipta manajemen kelas yang efektif, karena interaksi antara guru dengan siswa lebih fleksibel. Sedangkan selama ini, guru selalu terkesan ‘memaksa’ siswa untuk mengikuti skenario kegiatan belajar secara sama rata dalam satu kelas, baik dari segi penggunaan metode, media, maupun proses dan evaluasi belajar. Padahal kebutuhan belajar siswa bersifat heterogen atau berbeda satu sama lain.
Klasifikasi kebutuhan belajar yang terakomodir pada pembelajaran berdiferensiasi, antara lain berdasarkan aspek kesiapan belajar siswa (readiness), yang berarti kapasitas dalam mempelajari materi baru (Modul 2.1 Pendidikan Guru Penggerak), misalnya: konkret-abstrak, sederhana-kompleks, lambat-cepat dan lain-lain; minat belajar siswa secara situasional maupun kecenderungan terhadap objek/topik tertentu dalam jangka waktu lama; dan profil belajar siswa seperti halnya lingkungan belajar (terlalu dingin, terlalu bising, terlalu terang), gaya belajar (visual, auditori, kinestetik), dan lain sebagainya. Sebelum melakukan pembelajaran berdiferensiasi, terlebih dahulu seorang guru harus melakukan identifikasi terhadap siswanya. Hasil identifikasi tersebut lantas sebagai dasar dalam melakukan pemetaan dan pengelompokan, sehingga dapat terbentuk skema diferensiasi yang akan dilakukan.
Diferensiasi terbagi menjadi tiga macam, yaitu diferensiasi konten, proses dan hasil. Dalam penerapan di kelas, diferensiasi konten terlihat dari isi/materi yang akan disampaikan dan harus dikuasai murid. Diferensiasi ini biasanya mulai terlihat pada uraian/struktur tujuan pembelajaran yang ada di Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Diferensiasi proses dapat terlihat dari proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru, misalnya metode yang digunakan saat menyampaikan materi, langkah kegiatan pembelajaran, penggunaan media, dan pembentukan kelompok belajar yang sesuai dengan kesiapan, profil dan minat belajar siswa. Sedangkan diferensiasi hasil dapat terlihat dari produk/keluaran, yang menunjukkan tentang apa yang telah dipelajari oleh siswa. Dalam hal ini, diferensiasi hasil erat kaitannya dengan proses penilaian/evaluasi yang dilakukan oleh guru.Namun dalam praktiknya, terdapat beberapa tantangan yang dihadapi guru. Selain dituntut untuk selalu upgrade ilmu pengetahuan dan teknologi, guru harus kreatif dan inovatif dalam merencanakan kegiatan pembelajaran di kelas. Guru juga harus melakukan manajemen waktu dengan tepat dan cermat, karena alokasi waktu setiap kompetensi/materi yang harus dikuasai siswa sudah terstruktur pada program, baik tahunan maupun semester. Selain itu, adanya Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) pada setiap muatan pelajaran dan jenjang yang selama ini terkesan ‘abal-abal’ menentukan nominalnya, masih menjadikan sistem drill atau latihan sebagai cara favorit para guru dalam mentransformasi ilmu pengetahuan kepada siswa. Hal ini memberikan kesan, bahwa belajar yang menyenangkan dan nyaman bagi siswa hanya mimpi belaka, sehingga kontradiktif dengan filosofi pendidikan Ki Hajar Dewantara.
Sungguh bermanfaat artikelnya
BalasHapusSemoga bisa diterapkan secara menyeluruh di negeri ini
BalasHapus